Tidak terdapat riwayat dari nabi sholallohu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan mempersyaratkan khutbah Jum’at harus disampaikan dengan bahasa Arab sebagaimana tidak terdapat riwayat yang menunjukkan nabi atau salah seorang sahabat menyampaikan khutbah Jum’at dengan bahasa selain bahasa Arab padahal orang-orang Islam yang ‘ajam (non Arab) ada dan tersebar di negeri kaum muslimin setelah terjadi ekspansi yang dilakukan kaum muslimin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, dan generasi setelahnya hanya berkhutbah dengan bahasa Arab karena itulah bahasa nasional mereka.

Ulama saling berbeda pendapat dalam mengharuskan berkhutbah dengan selain bahasa Arab atau terjemahannya.

Pertama, khutbah disyaratkan harus berbahasa arab, meskipun pendengar tidak memahami bahasa arab. Ini meruapakan pendapat Malikiyah (al-Fawakih ad-Dawani, 1/306) dan pendapat sebagian ulama Hambali (Kasyaf al-Qana’, 2/34).

Kedua, disyaratkan menggunakan bahasa arab bagi yang mampu, kecuali jika semua jamaah tidak memahami bahasa arab, maka khotib menggunakan bahasa mereka. Ini merupakan pendapat yang masyhur di kalangan syafiiyah (al-Majmu’, 4/522) dan pendapat sebagian hambali.

Ketiga, dianjurkan menggunakan bahasa arab dan bukan syarat. Khotib boleh menggunakan bahasa selain arab. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah (Rad al-Mukhtar, 1/543) dan sebagian Syafiiyah.

Pendapat yang ketiga inilah yang lebih kuat, dan yang dipilih para ulama kontemporer. Diantara alasannya,

  • Tidak ada dalil tegas yang mewajibkan khutbah harus berbahasa arab.
  • Tujuan inti khutbah adalah memberikan nasehat dan ceramah kepada masyarakat. dan itu tidak mungkin bisa disampaikan kepada mereka kecuali dengan bahasa yang dipahami jamaah.
  • Sejalan dengan prinsip syariah, bahwa Allah mengutus para nabi-Nya dengan bahasa kaumnya. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ

“Tidaklah Kami mengutus seorang Rosul-pun, kecuali dengan bahasa kaumnya. Agar Rosul itu menjelaskan (kebenaran) kepada mereka.” (QS. Ibrahim: 4)

Wallohu a’lam

Dijawab oleh Tim Lajnah Ilmiah Radio Fajri

Saudaraku….

Lihatlah secara seksama apa yang sedang terjadi disekitar kita.

Kedzoliman, kemaksiatan, dosa yang dianggap biasa, haram jadi halal, yang halal diharamkan.sunah dianggap bidah, bidah diangaap sunah. Yang salah jadi benar yang benar disalah-salahkan.

Inilah gelombang keterpurukan ruhani yang terus bergulir ditengah-tengah kita bak air bah yang tak bisa dibendung lagi. Oleh karena itu………

Sudah saat nya kita bergerak…..

Sudah waktunya kita bekerja…

Sudah saatnya kita berdakwah…

Mari bergabung bersama radio Fajri Bandung dalam Mega proyek dakwah melalui udara dengan cara mentransferkan sebagian harta Anda kepada kami melalui BANK MUAMALAT no rekening 146-000-1648 a / n PT RADIO SWARA CAKRAWALA SANGKURIANG

“Bersama Fajri Belajar Islam menjadi Mudah, Bersama Fajri Infak Anda Insya Alloh berkah dan terarah” ( Radio fajri 1458 am dan www.fajribandung.com )