Bulan Muharram merupakan awal tahun baru Hijriyyah, di mana penetapan awal tahun kalender ini berangkat dari peristiwa hijrahnya nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah yang secara resmi diberlakukan pada masa khalifah ‘Umar bin Khoththob. Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan yang suci, sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat at-Taubah ayat tiga puluh enam yang artinya:

“Sesungguhnya bilangan bulan disisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.”

Pada bulan Muharrom ini, ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Karena pada hari ini, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Nah pendengar, Sebagai bentuk syukur Nabi Musa atas karunia Alloh Subhanahu Wa Ta’ala tersebut, maka Nabi Musa akhirnya berpuasa pada hari ini. Kemudian orang-orang Yahudi pun ikut berpuasa pada hari tersebut.

Tatkala berita ini sampai kepada Nabi Sholloulohu ‘alaihi wa sallam melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah, maka beliau Sholloulohu ‘alaihi wa sallam bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari jalur ‘Abdulloh bin ‘Abbas, “Saya lebih berhak terhadap Musa dari kalian wahai kaum Yahudi.

Di masa hidupnya, Nabi Sholloulohu ‘alaihi wa sallam berpuasa di hari ‘Asyura. Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau   sejak sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Di samping itu,, puasa ‘Asyura memiliki keutamaan yaitu dapat menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Hal ini, Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalur Abu Qatadah   Rasululloh Sholloulohu ‘alaihi wa sallam bersabda;

“…Dan puasa hari ‘Asyura, pahalanya di sisi Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dapat menghapus dosa setahun sebelumnya.”

Nah pendengar, dari uraian di atas jelas sekali di antara amalan-amalan ibadah di bulan Muharrom yang utama adalah puasa pada tanggal 9 atau 10 Muharram.

Jika kita telusuri realita di masyarakat kita, ada beberapa amalan atau tradisi yang setiap bulan Muharrom dilestarikan oleh masyarakat kita. Akan tetapi amalan dan tradisi tersebut bertentangan dengan syariat Islam. Di antara tradisi-tradisi itu adalah sebagai berikut:

Pertama: Bulan Muharrom adalah bulan sial untuk hajatan dan pernikahan. Bulan Muharram atau Suro dalam pandangan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa, merupakan bulan keramat. Sehingga mereka tidak punya keberanian untuk menyelenggarakan suatu acara terutama hajatan dan pernikahan. Bila tidak diindahkan akan menimbulkan bencana dan kesengsaraan bagi kedua mempelai dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Maka pendengar, kita lihat bulan ini begitu sepi dari berbagai acara da hajatan.

Tradisi yang kedua adalah sebagian masyarakat kita mengadakan tirakatan dan semedi pada malam satu Suro. Sebagiannya lagi mengadakan “nyadranan”, berupa pembuatan nasi tumpeng yang dihiasi aneka lauk dan kembang, lalu dilarung atau dihanyutkan di laut selatan disertai dengan kepala kerbau. Supaya sang ratu pantai selatan berkenan memberikan berkahnya dan tidak mengganggu. Peristiwa ini, dapat disaksikan di pesisir pantai selatan seperti Tulungagung, Cilacap, dan tempat lainnya. Sungguh para pendengar, ritual ini tidak benar disandarkan kepada ajaran Islam karena merupakan bagian dari amalan kesyirikan dan kekufuran kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala Subhanahu Wa Ta’ala dan juga bukan merupakan ajaran yang dibawa oleh Rosululloh Sholloulohu ‘alaihi wa sallam .

Tradisi yang ketiga adalah acara kirab kebo bule yang bernama Kiyai Slamet. Acara ini sudah menjadi tradisi terkenal yang diadakan setiap tahunnya di keraton Kasunan Solo. Ini merupakan acara yang sangat dinantikan oleh “warga” Solo dan sekitarnya. Karena mereka berkeyakinan, bahwa Kiyai Slamet tersebut akan mendatangkan keberkahan, rizkinya lancar, dan lain sebagainya. Dan acara lainnya yang juga termasuk kesyirikan yaitu memandikan benda-benda pusaka dan kirab keliling keraton. Nau’udzubillah mindzalik.

Di sisi lain, ada agama Syiah yang salah kaprah dalam menyambut bulan Muharram. Mereka menjadikan hari Asyuro yaitu 10 Muharram sebagai hari berkabung, bersedih, meratap, dan menyakiti badan. Mereka melakukan hal itu untuk memperingati hari terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib . Pada hari tersebut mereka berkabung, bersedih, menangis dan meratap bersama, disertai menampar-nampar pipi atau menyakiti anggota badan lainnya, merobek-robek pakaian dan meneriakan ucapan-ucapan berlebih-lebihan kepada Husein bin Ali bin Abi Thalib. Padahal pendengar, Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan Rosul-Nya telah memerintahkan untuk bersabar, mencari pahala, dan mengembalikan diri kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dari setiap musibah yang menimpa kita. Hal ini sebagaimana firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat al-Baqoroh ayat seratus lima puluh lima sampai seratus lima puluh tujuh, yang artinya:

“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Rasululloh Sholloulohu ‘alaihi wa sallam juga melarang perbuatan-perbuatan melukai diri sendiri, menampar pipi, dan sejenisnya. Hal ini sebagaimana sabda Rosululloh Sholloulohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori:

“Bukan golongan kami orang yang memukuli pipi, merobek pakaian, dan berdo’a dengan do’a jahiliyah.”

Demikianlah uraian tentang kesalahan-kesalahan masyarakat kita dalam menyikapi dan menyambut bulan Muharrom. Semoga Alloh Subhanahu Wa Ta’ala membimbing kita untuk senantiasa menjalankan agama Alloh sesuai dengan tuntunan Rosul-Nya. Amin. Wallohu A’lam.

Saudaraku….

Lihatlah secara seksama apa yang sedang terjadi disekitar kita.

Kedzoliman, kemaksiatan, dosa yang dianggap biasa, haram jadi halal, yang halal diharamkan.sunah dianggap bidah, bidah diangaap sunah. Yang salah jadi benar yang benar disalah-salahkan.

Inilah gelombang keterpurukan ruhani yang terus bergulir ditengah-tengah kita bak air bah yang tak bisa dibendung lagi. Oleh karena itu………

Sudah saat nya kita bergerak…..

Sudah waktunya kita bekerja…

Sudah saatnya kita berdakwah…

Mari bergabung bersama radio Fajri Bandung dalam Mega proyek dakwah melalui udara dengan cara mentransferkan sebagian harta Anda kepada kami melalui BANK MUAMALAT no rekening 146-000-1648 a / n PT RADIO SWARA CAKRAWALA SANGKURIANG

“Bersama Fajri Belajar Islam menjadi Mudah, Bersama Fajri Infak Anda Insya Alloh berkah dan terarah” ( Radio fajri 1458 am dan www.fajribandung.com )